FOMO Investor Ritel hingga Terjebak Saham Gorengan, Bursa Ngapain Aja?

bagikan

FOMO Investor ritel sejak pasar saham mulai booming dan banyak orang mulai berinvestasi, banyak istilah yang muncul, adalah FOMO.

FOMO Investor Ritel hingga Terjebak Saham Gorengan, Bursa Ngapain Aja?
Apa itu FOMO? Singkatnya, FOMO adalah singkatan dari “Fear of Missing Out,” atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai rasa takut ketinggalan kesempatan. Bagi investor ritel, FOMO ini bisa berujung pada keputusan bodoh yang merugikan, terlebih saat berurusan dengan saham gorengan. Nah, mari kita bahas lebih dalam tentang fenomena FOMO di kalangan investor ritel dan bagaimana hal itu berhubungan dengan saham gorengan.

Memahami FOMO dalam Konteks Investasi

FOMO adalah keadaan psikologis di mana seseorang merasa takut kehilangan kesenangan atau keuntungan yang mungkin didapat oleh orang lain. Dalam pasar saham, fenomena ini sering muncul ketika berita tentang kenaikan besar saham tertentu menyebar cepat melalui media sosial atau forum.

Akibatnya, banyak investor ritel yang merasa harus segera membeli saham tersebut agar tidak ketinggalan. Sayangnya, tanpa analisis yang tepat, mereka sering kali membeli pada harga puncaknya, hanya untuk menyaksikan nilai sahamnya anjlok setelah pelaku pasar yang lebih berpengalaman menjual saham tersebut.

Apa Itu FOMO?

FOMO adalah perasaan cemas yang muncul ketika seseorang menganggap bahwa orang lain mungkin mendapatkan pengalaman atau kemungkinan keuntungan yang lebih baik daripada dirinya. Ketika berbicara tentang investasi, perasaan ini umumnya muncul ketika ada euforia di pasar, terutama saat harga saham naik dengan cepat. Investor mulai merasa bahwa jika mereka tidak “ikut” membeli, mereka akan melewatkan peluang yang berharga. Dan akhirnya, mereka pun terjun ke dalam investasi tanpa banyak pertimbangan.

FOMO sering kali diperburuk oleh media sosial dan forum investasi, di mana orang-orang berbagi cerita sukses tentang investasi mereka. Misalnya, ketika berita tentang saham tertentu viral dan banyak yang membahasnya, investor ritel yang merasa ketinggalan biasanya akan bergegas untuk membeli tanpa mempertimbangkan analisis yang lebih dalam. Ini bisa berbahaya, apalagi jika saham yang dibeli adalah saham gorengan.

Menyikapi Saham Gorengan

Saham gorengan adalah istilah yang merujuk pada saham yang harganya naik secara tidak normal, biasanya karena manipulasi pasar. Dalam banyak kasus, para pelaku pasar (bandar) melakukan aksi penggorengan untuk mengangkat harga saham secara artifisial dengan tujuan meraup keuntungan. Saham jenis ini mudah dipengaruhi, dan pergerakannya bisa sangat fluktuatif.

Saham gorengan umumnya memiliki likuiditas rendah dengan kapitalisasi pasar kecil. Dengan kata lain, saham ini tidak banyak diperdagangkan dibandingkan dengan saham-saham blue chip yang lebih stabil. Pada saat yang sama, bandar bisa dengan mudah mengendalikan harga saham-saham ini. Ketika para investor ritel ikut membeli saham gorengan karena FOMO, mereka bisa berisiko besar jika harga saham tersebut tiba-tiba jatuh setelah euforia memudar.

Baca Juga: Fenomena Gaya Hidup FOMO, Banyak Mahasiswa Terjebak Pinjol

Ketika FOMO Bertemu Saham Gorengan

Ketika FOMO Bertemu Saham Gorengan
Menggabungkan FOMO dengan saham gorengan bisa menjadi kombinasi yang sangat berbahaya. Ketika investor ritel merasakan FOMO dan akhirnya membeli saham gorengan, terkadang mereka tidak melakukan analisis yang diperlukan. Mereka hanya terjebak dalam hiruk pikuk yang berkembang di sekeliling saham tersebut. Kerap terjadi, harga saham gorengan yang melonjak tiba-tiba bisa langsung terjun bebas, meninggalkan para investor yang baru masuk dengan kerugian yang signifikan.

Mari kita lihat beberapa contoh nyata. Kasus saham perusahaan seperti PT Kimia Farma (KAEF) dan PT Indofarma (INAF) yang harganya meloncat drastis hanya dalam waktu singkat, kerap digunakan sebagai contoh bagaimana FOMO dapat merugikan investor. Banyak orang berbondong-bondong membeli saham ini saat harga mendaki, hanya untuk melihatnya jatuh dengan cepat begitu tekanan jual muncul. Akhirnya, mereka yang membeli saham pada puncak harga sering kali terjebak dalam kerugian yang besar.

Bursa Efek Indonesia dan Peranannya

Lalu, apa yang sebenarnya dilakukan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menangani fenomena ini? BEI sebenarnya cukup aktif dalam memantau pergerakan saham-saham di pasar, terutama yang terdaftar dalam kategori “Unusual Market Activity” (UMA). Ketika suatu saham menunjukkan fluktuasi harga yang tidak biasa, BEI akan mengeluarkan peringatan kepada investor.

Bursa juga memiliki sejumlah kebijakan untuk melindungi investor. Salah satunya adalah dengan memberikan peringatan dini saat harga suatu saham naik terlalu cepat dengan memicu kebijakan auto reject atas (ARA) atau auto reject bawah (ARB) yang membatasi harga kenaikan atau penurunan dalam satu hari perdagangan. Ini dimaksudkan untuk mencegah spekulasi berlebihan dan memberikan waktu bagi para investor untuk berpikir sebelum membuat keputusan.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa efektivitas pengawasan ini sering kali dipertanyakan. Terkadang, meskipun ada aturan yang ada, banyak investor ritel yang tetap terjebak dalam saham gorengan karena kurangnya edukasi tentang risiko investasi. Jika investor ritel tidak memahami jenis-jenis saham yang mereka beli, mereka bisa menjadi mudah terjebak dalam permainan bandar.

Edukasi Investor: Kunci Untuk Terhindar dari FOMO

Salah satu cara untuk mengatasi masalah FOMO adalah dengan meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang investasi. Investor perlu memahami bahwa tidak ada yang pasti dalam pasar saham. Saham yang sedang naik saat ini bisa turun drastis besok, dan tidak ada gunanya membeli hanya karena “semua orang” sedang membicarakannya. Berikut adalah beberapa tips bagi investor pemula agar terhindar dari FOMO dan terjebak saham gorengan:

  • Lakukan riset: Sebelum membeli saham, pastikan untuk melakukan riset menyeluruh mengenai kinerja perusahaan, laporan keuangan, dan analisis pasar. Jangan hanya mengandalkan informasi yang viral di media sosial.
  • Tetapkan tujuan investasi: Buatlah rencana investasi yang jelas dan tujuan jangka panjang. Ingat, investasi adalah maraton, bukan sprint. Dengan memiliki rencana, kita tidak akan terbawa arus euforia jangka pendek.
  • Diversifikasi portofolio: Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Dengan menyebar risiko ke beberapa saham dari berbagai sektor, risiko kerugian bisa diminimalisir.
  • Sadar akan emosi: Ketika FOMO mulai menghantui, cobalah untuk menjaga emosi tetap stabil. Jangan terburu-buru melakukan transaksi berdasarkan tekanan sosial atau berita yang membanjir.
  • Bergabung dengan komunitas edukatif: Cari tahu tentang grup investasi yang mengedukasi anggotanya. Bergabung dalam komunitas yang mempromosikan investasi yang sehat dan berbasis analisis bisa memberikan perspektif yang berbeda.

Kesimpulan

FOMO di kalangan investor ritel telah menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan. ​Terjebak dalam saham gorengan hanya karena rasa takut ketinggalan bisa menjadi bumerang yang berakhir pada kerugian.​ Penting bagi investor untuk memahami bahwa berinvestasi bukanlah tentang mengejar tren, melainkan tentang pengambilan keputusan yang cermat berdasarkan analisis yang mendalam.

Bursa Efek Indonesia memiliki peran penting dalam pengawasan pasar, tetapi investor juga harus proaktif dalam melindungi diri sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman yang tepat. Dengan pendekatan yang lebih bijak dan terdidik, investor bisa terhindar dari jebakan FOMO dan berinvestasi dengan lebih baik ke depannya. Mari sama-sama menjadi investor cerdas yang memahami risiko dan potensi dalam investasi di pasar saham, dan tidak hanya terjebak dalam euforia sesaat!

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *