Gen Z Terjebak dalam FOMO dan Hedonisme? Temukan Jawabannya!
Gen Z, yang sering disebut sebagai “zoomers,” adalah generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an.
Mereka adalah generasi pertama yang tumbuh besar di era digital, di mana smartphone dan media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Sayangnya, pengaruh tersebut tidak selalu positif. Saat ini, banyak anggota Gen Z yang terjebak dalam fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dan gaya hidup hedonis. Mari kita telusuri lebih dalam alasan di balik fenomena ini dan dampaknya terhadap psikologi serta perilaku mereka.
Apa Itu FOMO dan Hedonisme?
Sebelum memahami mengapa Gen Z terjebak dalam kedua fenomena ini, penting untuk mendefinisikan apa itu FOMO dan hedonisme.
FOMO adalah istilah yang merujuk pada perasaan cemas atau takut kehilangan pengalaman menyenangkan yang mungkin sedang dialami orang lain. Istilah ini muncul bersamaan dengan berkembangnya media sosial, di mana kita bisa melihat update kegiatan teman-teman kita, yang terkadang menimbulkan perasaan tidak puas jika kita tidak berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
Di sisi lain, hedonisme adalah pencarian kesenangan dan penghindaran rasa sakit dalam kehidupan. Ini mencakup sikap dan perilaku yang lebih mengedepankan kenikmatan sesaat daripada tanggung jawab jangka panjang. Generasi saat ini, terutama Gen Z, sering kali merasa terdorong untuk mencari pengalaman baru yang mengesankan tanpa memperhatikan dampak jangka panjang dari pilihan yang diambil.
Pengaruh Media Sosial
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjebaknya Gen Z dalam FOMO dan hedonisme adalah media sosial. Dengan platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat, mereka terus-menerus terpapar pada gambar dan video menyenangkan dari kehidupan orang lain. Ini menciptakan standar tidak realistis tentang bagaimana kehidupan seharusnya dan sering kali menimbulkan perasaan tidak cukup baik atau tidak berharga.
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat merusak kesehatan mental. Gen Z adalah generasi yang paling terpengaruh oleh perbandingan sosial, di mana mereka sering kali membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan orang lain yang sering kali hanya ditampilkan dari sisi terbaik di media sosial. Hal ini menyebabkan mereka merasa lebih rentan terhadap perasaan cemas dan depresi.
Tekanan untuk Terlihat Sempurna
Tekanan untuk menjalani kehidupan yang “sempurna” di media sosial juga berkontribusi besar terhadap FOMO di kalangan Gen Z. Mereka merasa perlu untuk selalu tampil menarik dan mengikuti tren terbaru agar tidak tertinggal oleh teman-teman mereka. Hal ini menciptakan siklus di mana mereka merasa harus terus-menerus berinvestasi dalam pengalaman dan barang-barang baru untuk terlihat sejalan dengan apa yang diposting oleh orang lain.
Banyak dari mereka yang mengakui bahwa mereka merasa terpaksa untuk menghadiri acara dan melakukan sesuatu yang seru hanya untuk menghindari perasaan ditinggalkan. Ini mengarah pada perilaku berlebihan. Seperti menghabiskan uang lebih banyak untuk pergi ke konser, festival, atau acara sosial lainnya, yang terkadang melampaui batas anggaran mereka.
Baca Juga: FOMO Menjadi Penyebab Krisis Kesehatan Mental di Kalangan Remaja
Solusi Mengatasi FOMO dan Hedonisme
Walaupun terjebak dalam FOMO dan hedonisme terasa menakutkan, ada cara untuk membantu Gen Z mengatasi fenomena ini. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:
- Membangun Kesadaran Diri: Gen Z perlu belajar mengenali pemicu FOMO di dalam diri mereka dan memahami perasaan yang menyertainya. Kesadaran diri dapat membantu mereka tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan sosial yang ada.
- Menetapkan Batasan: Penting untuk menetapkan batasan dalam penggunaan media sosial. Kurangi waktu yang dihabiskan untuk mengecek platform sosial dan lebih fokus pada pengalaman dunia nyata. Self-care dan waktu sendiri sangat penting untuk kesehatan mental.
- Mendorong Pengalaman Internasional: Mengikuti aktivitas yang tidak berfokus pada sosial media, seperti perjalanan, hiking, atau menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman, bisa mengurangi perasaan FOMO. Kegiatan ini bisa memberikan perspektif yang lebih berguna dan mengherankan dalam hidup yang tidak bergantung pada digitalisasi.
- Membangun Komunitas Sehat: Mencari teman-teman yang memiliki pola pikir positif dan sehat dapat membantu mengurangi dampak FOMO. Komunitas yang mendukung akan memberikan ruang bagi Gen Z untuk berbagi tanpa tekanan sosial yang berlebihan.
- Pendidikan tentang Kesehatan Mental: Sekolah dan komunitas harus berperan dalam pendidikan kesehatan mental bagi Gen Z. Meningkatkan pemahaman tentang bagaimana media sosial bisa memengaruhi pikiran dan perasaan sangat penting untuk mencegah efek negatif yang lebih lanjut.
Kebutuhan untuk Terhubung
Kehidupan sosial Gen Z sangat dipengaruhi oleh digitalisasi. Mereka menyukai interaksi dengan orang lain melalui layar, hingga membuat mereka kurang terampil dalam berkomunikasi secara langsung. Ketika mereka melihat teman-teman berinteraksi dalam satu kegiatan, tanpa kehadiran mereka. Timbul perasaan seakan-akan mereka kehilangan sesuatu yang berharga. Fenomena ini mengakibatkan konflik antara keinginan untuk bersosialisasi dengan cara yang lebih tradisional dan kebutuhan untuk tetap terhubung secara digital.
Banyak Gen Z menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk memeriksa media sosial, yang mendatangkan ketidakpuasan pada diri mereka. Ketika mereka tidak menerima jumlah “likes” atau komentar yang diharapkan. Tentunya hal ini sangat memengaruhi harga diri, menjadikan mereka cenderung lebih fokus pada pencarian penghargaan sosial.
Konsekuensi Psikologis
FOMO dan hedonisme tidak hanya berdampak pada aspek sosial dan ekonomi. Tetapi juga memiliki konsekuensi jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan mental Gen Z. Para peneliti mencatat adanya peningkatan tingkat kecemasan dan depresi yang terlihat lebih jelas pada anggota Gen Z dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih cenderung mengalami perasaan kesepian, frustrasi, dan perbandingan sosial yang negatif.
Ketika mereka terus-menerus mencari pengakuan dan membandingkan diri dengan orang-orang yang tidak pernah mereka dapatkan. Gen Z lebih rentan terkena gangguan mental yang berpotensi serius. Dalam banyak kasus, FOMO tidak hanya masalah sepele, melainkan bisa menjadi jalur menuju kecanduan terhadap media sosial dan gaya hidup konsumtif yang merugikan mereka di kemudian hari.
Kesimpulan
Generasi Z berada di tengah fenomena FOMO dan hedonisme yang kompleks dan mendalam. Tekanan untuk selalu terkoneksi, pencarian pengakuan dan kesan sosial yang baik, serta kurangnya keterampilan sosial secara langsung berkontribusi terhadap keterjebakan mereka dalam dua fenomena ini. Namun, dengan kesadaran diri, batasan yang tepat, dan dukungan komunitas yang baik, Gen Z dapat belajar untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif dari FOMO dan hedonisme tersebut.
Implikasi dari kondisi ini sangat signifikan bagi kesehatan mental Gen Z. Meningkatnya kecemasan, perasaan tidak puas, dan risiko kecanduan media sosial adalah beberapa dampak negatif yang muncul akibat perbandingan sosial yang berlebihan dan gaya hidup hedonis. Oleh karena itu, penting untuk mendorong anggota Gen Z agar lebih sadar akan dampak dari FOMO dan hedonisme, serta mengembangkan kebiasaan sehat yang memungkinkan mereka menemukan kepuasan dalam pengalaman nyata, memperkuat hubungan sosial. Dan menghargai diri mereka sendiri di luar penampilan yang dipamerkan di dunia maya.
Kita semua harus mengingatkan mereka bahwa kehidupan tidak hanya ditentukan oleh apa yang terlihat di media sosial. Tetapi juga oleh pengalaman nyata yang memberikan kepuasan dan kebahagiaan jangka panjang. Mari kita bantu mereka menemukan keseimbangan yang lebih sehat dalam menghadapi dunia yang semakin digital ini. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengekspor lebih banyak tentang FOMO INDONESIA.