FOMO dan Neurotisme: Bahaya Kesehatan Mental di Era Dua Smartphone!
FOMO dan neurotisme menjadi dua konsep yang semakin relevan di era digital saat ini, terutama dengan meningkatnya penggunaan smartphone.
Dua perangkat sekaligus memungkinkan individu untuk terhubung ke berbagai platform sosial dan informasi. Tetapi juga dapat memicu perasaan cemas, tertekan, dan tidak puas. Artikel FOMO PLUS INDONESIA ini akan membahas konsep FOMO dan neurotisme. Efek negatifnya terhadap kesehatan mental, serta beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini.
Pengertian FOMO dan Neurotisme
FOMO, atau rasa takut ketinggalan, adalah fenomena psikologis yang terjadi ketika individu merasa tidak ingin melewatkan informasi penting atau pengalaman menarik yang dialami orang lain. Rasa khawatir ini seringkali dipicu oleh media sosial, di mana pengguna diperlihatkan oleh berbagai pencapaian dan aktivitas kehidupan orang lain yang terlihat lebih menyenangkan daripada milik mereka sendiri.
Hal ini dapat menimbulkan kecemasan dan ketidakpuasan terhadap kehidupan pribadi, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan mental. Dari sisi lain, neurotisme adalah salah satu dari lima besar dimensi kepribadian yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk merasakan emosi negatif seperti kecemasan, kemarahan, atau depresi.
Individu yang tinggi dalam neurotisme cenderung lebih reaktif terhadap stres dan memiliki perasaan negatif yang lebih kuat. Menurut Profesor David Sheffield dari University of Derby, kepemilikan dua smartphone sering kali dihubungkan dengan tingkat neurotisme yang tinggi. Di mana individu merasa lebih aman memiliki perangkat tambahan untuk mengatasi kekhawatiran mereka terkait berbagai istilah digital, seperti masa pakai baterai dan aksesibilitas informasi.
Dampak FOMO dan Neurotisme
Kombinasi dari FOMO dan neurotisme dapat menciptakan efek yang merugikan. Mereka yang mengalami FOMO cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dan menjadi terjebak dalam siklus perbandingan sosial. Ini sering kali meningkatkan rasa cemas, karena mereka merasa tidak cukup baik atau tertinggal dibandingkan teman-teman mereka.
Dr. Zaheer Hussain dari Universitas Nottingham Trent menjelaskan bahwa kebiasaan ini dapat menjadi petunjuk bahwa seseorang mengalami FOMO. Ketika individu terus-menerus merasa tertekan untuk terhubung dan up-to-date, tekanan sosial ini dapat membahayakan kesehatan mental. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pengguna aktif media sosial yang memiliki dua smartphone lebih rentan terhadap kecemasan dan ketidakbahagiaan.
Konten yang terus-menerus diakses memicu kebiasaan menggulir tanpa sadar. Yang pada gilirannya menghambat kemampuan individu untuk terlibat penuh dengan pengalaman mereka sendiri. Lebih jauh, dua ponsel juga menciptakan tuntutan untuk selalu tersedia, baik secara profesional maupun pribadi. Maxi Heitmayer dari London School of Economics mencatat bahwa memilki dua perangkat justru meningkatkan persaingan untuk mendapatkan perhatian pengguna, memperburuk kondisi kecemasan yang mereka alami.
Individu yang merasa perlu untuk selalu responsif terhadap pesan dan notifikasi mungkin mengalami perasaan tertekan yang berkelanjutan. Yang dapat menyebabkan gangguan tidur, masalah konsentrasi, dan penurunan produktivitas. Meskipun teknologi seharusnya mempermudah hidup, kebiasaan penggunaannya yang berlebihan dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan.
Hal ini tidak hanya terjadi pada mereka yang menggunakan dua perangkat, tetapi juga pada pengguna yang sering menghabiskan waktu di layar. Kebiasaan ini berpotensi memengaruhi kualitas tidur dan menyebabkan insomnia. Dr. Biquan Luo menyarankan agar individu menjauh dari media sosial saat waktu tidur. Dan lebih memilih aktivitas menenangkan untuk membantu mengurangi kecemasan.
Baca Juga: Supaya Tak Kemakan FOMO, Pintu Gencarkan Edukasi Kripto ke Kampus
Gejala Neurotisme yang Perlu Diwaspadai
Neurotisme adalah salah satu dimensi kepribadian yang dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan mental seseorang. Hal ini ditandai dengan kecenderungan untuk merasakan emosi negatif seperti kecemasan, kemarahan, dan ketidakpuasan. Individu dengan neurotisme tinggi cenderung lebih sensitif terhadap stres dan lebih mungkin mengalami perasaan cemas atau depresi.
Gejala-gejala yang perlu diwaspadai termasuk perubahan suasana hati yang cepat, kesulitan dalam mengatasi tekanan. Serta ketidakmampuan untuk menikmati aktivitas yang biasanya menyenangkan. Individu yang mengalami gejala-gejala ini mungkin juga menunjukkan perilaku penghindaran.
Selain itu, gejala fisik seperti ketegangan otot, sakit kepala, dan masalah tidur sering kali dikaitkan dengan kondisi neurotisme yang tinggi. Ketidakmampuan untuk mengelola emosi ini dapat berujung pada gangguan kesehatan mental yang lebih serius, seperti gangguan kecemasan dan depresi kronis.
Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal neurotisme agar tindakan pencegahan dapat diambil sebelum kondisi tersebut berkembang lebih lanjut. Mencari dukungan dari profesional kesehatan mental dan mengadopsi teknik manajemen stres bisa menjadi langkah yang efektif untuk mengatasi gejala-gejala ini.
Cara Mengatasi FOMO dan Neurotisme
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh FOMO dan neurotisme, penting untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:
- Membatasi Penggunaan Smartphone: Mengatur waktu penggunaan ponsel dan memisahkan waktu pribadi dari urusan pekerjaan dapat membantu mengurangi tekanan. Penting untuk tidak membiarkan teknologi menguasai waktu dan perhatian kita.
- Menetapkan Zona Tanpa Gadget: Menciptakan area di rumah atau waktu tertentu tanpa penggunaan perangkat elektronik dapat memberikan ruang untuk relaksasi dan interaksi sosial yang lebih bermakna.
- Mengembangkan Keterampilan Koping: Mengadopsi teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau kegiatan fisik lainnya dapat membantu individu untuk mengatasi perasaan cemas dan tertekan.
- Mengalihkan Fokus dari Media Sosial: Menghabiskan lebih sedikit waktu di media sosial dapat membantu individu untuk menjalani hidup yang lebih memuaskan dan autentik. Ini juga mengurangi risiko perbandingan sosial yang sering kali memicu FOMO.
- Mencari Dukungan Sosial: Membangun hubungan yang kuat dengan teman dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan saat merasakan tekanan sosial.
- Menciptakan Konten Positif: Mengikuti akun di media sosial yang menawarkan inspirasi positif dan menghindari yang berisiko memicu perbandingan yang merugikan bisa sangat membantu.
Adopsi kebiasaan positif ini dapat membantu individu untuk lebih memanfaatkan teknologi secara bijak tanpa membiarkannya memengaruhi kesehatan mental. Menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup kita secara keseluruhan.
Kesimpulan
FOMO dan neurotisme merupakan masalah yang kompleks di era dua smartphone. Di mana konektivitas terus-menerus dapat memicu berbagai kecemasan dan stres. Dari dampak kesehatan mental yang negatif hingga dorongan untuk selalu tersedia. Penting untuk mengakui dan menangani masalah ini dengan cara yang seimbang dan bijaksana.
Mengambil langkah untuk mengurangi penggunaan teknologi dan mencari hubungan interpersonal yang lebih nyata dapat membantu menyeimbangkan kehidupan kita. Menghadapi tantangan dalam dunia yang berkaitan dengan teknologi terkini memerlukan kesadaran dan tindakan proaktif untuk menciptakan kehidupan yang lebih seimbang dan memuaskan.
Dalam dunia yang serba cepat dan terhubung ini, kuncinya adalah memanfaatkan teknologi dengan cara yang meningkatkan kesehatan mental, daripada merusaknya. Dengan demikian, memahami dan mengatasi FOMO dan neurotisme bukan hanya bermanfaat bagi individu. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi informasi Mengenai FOMO dan Neurotisme.