Gaya Hidup YOLO Kini Berganti YONO, Selamat Tinggal Hura-Hura Belaka
Selama dekade terakhir, kita tak asing dengan tren-tren yang ada salah satunya adalah trend gaya hidup YOLO (you only live once).
Akronim ini membuat semua orang berbondong-bondong mengutamakan kebahagiaan daripada berinvestasi untuk masa depan yang tak pasti. Namun, tren tersebut tampaknya mulai memudar, terutama di kalangan anak muda di Korea Selatan, yang kini mulai mengadopsi gaya hidup baru: “You Only Need One” (YONO). Mari kita bahas lebih dalam tentang tren Yono ini hanya di FOMO PLUS INDONESIA.
Apa Itu YONO?
YONO, singkatan dari “You Only Need One,” merupakan istilah yang muncul sebagai antitesis dari gaya hidup YOLO (You Only Live Once). Filosofi ini berfokus pada pengelolaan konsumsi yang lebih bijak, menekankan pentingnya membeli hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dan menghindari pemborosan. Dalam konteks sosial dan ekonomi saat ini, terutama di kalangan anak muda, YONO mendorong pola pikir yang lebih berkelanjutan dan efisien dalam menjalani hidup.
Dengan meningkatnya kesadaran tentang isu ekonomi global dan tekanan inflasi, banyak orang, khususnya generasi muda, mulai menciptakan kebiasaan belanja yang lebih hemat. Data menunjukkan bahwa banyak kaum muda kini lebih memilih untuk melakukan pembelian yang cermat. Berfokus pada kebutuhan pokok saja, serta mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
YONO mendorong individu untuk menerapkan gaya hidup minimalis, di mana mereka lebih memilih menginvestasikan uang mereka ke dalam pengalaman atau aset yang memberikan nilai lebih. Dibandingkan sekadar mengumpulkan barang-barang konsumtif yang tidak bermanfaat.
Penyebab Pergeseran dari YOLO ke YONO
Banyak faktor yang mendorong anak muda untuk beralih dari gaya hidup YOLO ke YONO. Salah satu yang paling mencolok adalah inflasi yang tinggi dan rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan. Dalam periode 2021 hingga 2023, statistik menunjukkan tingkat inflasi masing-masing sebesar 2,5 persen, 5,1 persen, dan 3,6 persen. Sedangkan kenaikan gaji tahunan sudah tidak sebanding.
Kondisi ini membuat mereka berpikir lebih matang tentang bagaimana mengatur keuangan. Choi berbagi pengalamannya, “Biaya perumahan dan makan, termasuk pengeluaran untuk makan-makan di luar, merupakan bagian terbesar dari pengeluaran saya. Akhir-akhir ini, saya merasa menjadi lebih boros karena sering membeli makan di luar.”
Kebiasaan Belanja yang Berubah
Anak-anak muda sekarang hanya menghabiskan uang untuk kebutuhan pokok. Dari data yang dikeluarkan oleh NH NongHyup Bank. Tampak bahwa anak muda berusia 20-30 tahun telah mengurangi transaksi mereka di restoran. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 9 persen di paruh pertama tahun 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, konsumsi makanan dari minimarket justru meningkat sebanyak 21 persen. Ini menunjukkan pola yang sangat berbeda dari sebelumnya, di mana makan di luar dijadikan prioritas. “Ketika saya tidak memiliki jadwal janji temu, saya berusaha untuk tidak makan di luar. Jika saya memiliki dua janji temu dalam seminggu, saya menganggapnya sebagai tanda bahaya dan menyesuaikannya,” ucap Choi, melansir The Korea Times.
Baca Juga: FOMO di Dunia Olahraga: Dampaknya Terhadap Penggemar dan Atlet Profesional
Statistik Belanja yang Berubah
Data lain yang memetakan perubahan kebiasaan belanja ini menunjukkan bahwa jumlah transaksi di pusat perbelanjaan juga mengalami penurunan sebesar 3 persen. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan. Anak-anak muda lebih memilih untuk menghindari produk premium, termasuk kopi mahal dari kedai ternama semacam Starbucks dan A Twosome Place. Yang juga menurun sebanyak 13 persen.
Bahkan, ada perubahan yang lebih mencolok dalam transaksi pembelian kendaraan. Pembelian mobil impor turun sebesar 11 persen, sementara pembelian mobil domestik justru melonjak 34 persen. Hal ini menunjukkan bahwa anak muda kini lebih memilih barang yang lebih terjangkau dan bermanfaat dalam jangka panjang.
Minat Terhadap Pengelolaan Aset
Perubahan gaya hidup anak muda saat ini membawa dampak besar terhadap cara mereka melihat investasi dan pengelolaan aset. Mereka sekarang lebih cermat dalam memilih tempat untuk menanamkan uangnya. Dengan fokus pada hal-hal yang bisa memberi keuntungan di masa depan. Lee, seorang pekerja kantoran berusia 30 tahun, mencerminkan pemikiran ini ketika ia mengatakan, “Kami adalah generasi yang seharusnya memiliki karier seumur hidup yang mengharuskan kami untuk secara mandiri mempersiapkan biaya hidup di masa pensiun.”
Dengan kesadaran seperti ini, anak muda mulai memahami betapa pentingnya mempersiapkan masa depan dan tidak hanya berpikir tentang kurzfristige kesenangan. Lee pun menjelaskan lebih lanjut tentang sikapnya dengan mengatakan, “Saya lebih suka menggunakan uang tersebut untuk investasi daripada hanya menyia-nyiakannya. Setidaknya, saya tahu bahwa setiap rupiah yang saya keluarkan bisa memberikan hasil.”
Kalimat ini menunjukkan bahwa mereka kini lebih memilih menggunakan uang untuk hal yang memiliki nilai lebih, seperti investasi yang dapat membantu mereka di masa depan. Ketimbang menghabiskannya untuk barang-barang yang sifatnya sementara.
Perubahan Dalam Gaya Hidup dan Hobi
Walaupun tren YONO mendorong anak muda untuk lebih berhemat, bukan berarti mereka sepenuhnya menahan diri dari pengeluaran. Banyak dari mereka masih mengalokasikan uang untuk hobi dan pengalaman yang bermakna, seperti olahraga, traveling, atau aktivitas yang memberi kesenangan. Seperti yang diungkapkan oleh pihak NH NongHyup Bank, “Daripada memiliki barang, mereka [kaum muda] tidak ragu untuk menghabiskan uangnya untuk pengalaman.”
Ini menunjukkan bahwa anak muda lebih berfokus pada pengalaman yang bisa diceritakan dan dirasakan, bukan sekadar barang-barang yang bisa didapat. Pergeseran minat ini mencerminkan nilai yang lebih dalam bagi generasi muda. Mereka mulai menyadari bahwa pengalaman hidup seringkali lebih berharga daripada sekadar memiliki barang-barang fisik yang cepat usang.
Dengan berinvestasi dalam pengalaman, mereka menciptakan kenangan yang bisa bertahan seumur hidup. Ini adalah bentuk kebijaksanaan baru yang membuat mereka semakin sadar akan bagaimana uang mereka bisa digunakan untuk hal-hal yang tidak hanya memberikan kepuasan sesaat. Tetapi juga membangun fondasi bagi kebahagiaan dan kepuasan jangka panjang.
Kesimpulan
Perubahan dari gaya hidup YOLO ke YONO mencerminkan keadaan ekonomi yang menantang dan kesadaran yang lebih besar tentang pengelolaan keuangan di kalangan anak muda. Hal ini tidak hanya memberi dampak positif pada kesejahteraan individu tetapi juga mempromosikan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang lebih baik.
Masa depan gaya hidup YONO ini diharapkan dapat menginspirasi generasi berikutnya untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan dan memprioritaskan kebutuhan yang memberi makna dalam hidup mereka. Dengan kesadaran ini, anak muda Korea Selatan berharap dapat membangun masa depan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Dengan demikian, mengalami perubahan gaya hidup bukan hanya sebuah tren. Tetapi serta merta merupakan pilihan hidup yang cerdas dan penuh makna.
Di tengah kesulitan ekonomi, YONO mungkin adalah jawaban yang tepat untuk mendorong generasi muda menuju kesuksesan yang lebih berkelanjutan. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.