FOMO dan YOLO: Dua Alasan Utama Anak Muda Kecanduan Utang Paylater!
FOMO dan YOLO menjadi dua faktor utama yang mendorong kecanduan utang di kalangan anak muda, terutama dalam penggunaan layanan paylater.
Fear of Missing Out FOMO membuat generasi muda merasa terdesak untuk mengikuti tren dan pengalaman sosial. Sementara You Only Live Once YOLO mendorong mereka untuk mengambil risiko finansial demi menikmati hidup. Kombinasi kedua fenomena ini memperburuk perilaku konsumsi impulsif, yang sering kali mengakibatkan komitmen utang yang tidak terkelola. Melalui analisis perilaku ini, artikel FOMO PLUS INDONESIA menyoroti pentingnya edukasi keuangan dan kesadaran untuk membangun pola pengelolaan keuangan yang lebih bijak di kalangan pemuda.
Memahami FOMO dan YOLO
FOMO atau ketakutan ketinggalan adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tertekan atau cemas karena tidak dapat ikut serta dalam pengalaman atau kegiatan yang dianggap menarik atau menyenangkan oleh orang lain. Dalam era media sosial, FOMO semakin parah. Karena individu dapat melihat secara langsung aktivitas yang dilakukan orang lain, meningkatkan rasa cemas dan dorongan untuk ikut serta.
YOLO, di sisi lain, adalah singkatan dari You Only Live Once. Konsep ini mendorong generasi muda untuk menikmati hidup dan mengambil risiko tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya, termasuk aspek keuangan. Dengan lemahan idealisme ini, banyak anak muda merasa dorong untuk berbelanja dan meraih pengalaman hidup. Terlepas dari kurangnya dana yang harus dikelola secara bijak.
Kecanduan Utang Paylater
Layanan paylater atau “beli sekarang bayar nanti” telah menjadi sangat populer di kalangan anak muda. Dengan kemudahan akses dan proses yang cepat, banyak anak muda yang menggunakan layanan ini untuk membeli barang-barang yang mereka inginkan tanpa harus membayar di muka. Namun, fenomena ini juga membawa risiko besar, terutama ketika dipicu oleh FOMO dan YOLO.
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), banyak anak muda yang terjebak dalam utang paylater untuk memenuhi gaya hidup konsumtif mereka. Mereka cenderung menggunakan layanan ini untuk membeli barang-barang fesyen, gadget terbaru. Atau pengalaman yang dianggap penting untuk status sosial mereka. Hal ini menciptakan siklus utang yang sulit untuk diputus. Karena mereka terus berusaha memenuhi ekspektasi sosial yang tinggi.
Keterkaitan FOMO dan YOLO
FOMO dan YOLO sering kali beroperasi secara bersamaan dalam mempengaruhi pola pembelanjaan generasi muda. FOMO mendorong mereka untuk terlibat dalam tren, mengikuti gaya hidup teman sebaya, dan berpartisipasi dalam acara-acara sosial.
Meskipun terkadang hal ini melampaui kemampuan finansial mereka. Menurut sebuah studi, sekitar 40% generasi muda mengaku terpaksa berutang untuk terlibat dalam kegiatan yang dianggap penting oleh rekan-rekan mereka.
Di sisi lain, YOLO memperkuat keinginan untuk menikmati kehidupan tanpa menyeimbangkannya dengan tanggung jawab finansial. Banyak anak muda yang terjebak dalam mentalitas sekarang atau tidak pernah, membeli tiket konser, pakaian, atau pengalaman yang mereka percayai akan membuat mereka bahagia. Fenomena ini menjadikan layanan BNPL terasa sangat menarik. Karena memungkinkan mereka untuk melakukan pembelian sekarang dan mengaturnya untuk dibayar di kemudian hari, sering kali tanpa bunga.
Baca Juga: Mengenal JOMO atau Kebalikan dari FOMO: Cara Hidup Bahagia
Mengatasi FOMO dan YOLO
Untuk mengatasi dampak negatif dari FOMO dan YOLO. Penting bagi anak muda untuk mengembangkan kesadaran finansial yang lebih baik. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
- Menyadari Perasaan FOMO dan YOLO: Anak muda perlu mengenali kapan mereka merasa tertekan untuk berbelanja atau berutang karena pengaruh sosial. Dengan menyadari perasaan ini, mereka dapat lebih mudah mengontrol impuls untuk membeli barang yang tidak perlu.
- Membuat Anggaran: Mengelola keuangan dengan membuat anggaran bulanan dapat membantu anak muda memahami pengeluaran mereka dan menghindari utang yang tidak perlu. Dengan menetapkan batasan pada pengeluaran, mereka dapat lebih bijaksana dalam menggunakan layanan paylater.
- Mencari Alternatif: Alih-alih menggunakan paylater untuk memenuhi keinginan, anak muda dapat mencari alternatif yang lebih terjangkau. Misalnya, mereka bisa meminjam barang dari teman atau mencari diskon dan promo sebelum membeli.
- Fokus pada Pengalaman, Bukan Barang: Mengalihkan fokus dari barang-barang material ke pengalaman yang lebih bermakna dapat membantu mengurangi tekanan untuk berbelanja. Menghabiskan waktu dengan teman-teman dalam kegiatan yang tidak memerlukan biaya tinggi bisa menjadi cara yang baik untuk menikmati hidup tanpa harus berutang.
- Edukasi Finansial: Meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan dan investasi dapat membantu anak muda membuat keputusan yang lebih baik. Banyak sumber daya online dan komunitas yang menawarkan informasi tentang cara mengelola uang dengan bijak.
Tanggung Jawab Terlupakan
Dengan adanya layanan BNPL yang semakin populer, anak muda dapat dengan mudah membuat komitmen finansial tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Sebuah survei menunjukkan bahwa lebih dari 50% pengguna BNPL mengakui bahwa mereka sering mengeluarkan uang lebih banyak daripada yang sebenarnya mereka mampu.
Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat banyak pengguna BNPL tidak sepenuhnya sadar akan risiko yang mereka ambil. Termasuk kemungkinan terkena cicilan yang tidak terbayar atau denda keterlambatan.
Ketergantungan pada BNPL menciptakan siklus utang yang berbahaya. Ketika utang bertambah dan tekanan untuk membayar kembali meningkat. Banyak anak muda merasa terjebak dan tidak tahu cara untuk mengatasinya. Sering kali mengakibatkan stres finansial yang lebih besar. Hal ini diperparah dengan cepatnya suku bunga yang dapat dikenakan apabila ada keterlambatan dalam pembayaran, yang bisa mencapai hingga 30% dalam beberapa kasus.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial berperan besar dalam memperkuat FOMO di kalangan generasi muda. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook menjadi sumber utama inspirasi gaya hidup yang membuat banyak pengguna merasa perlu untuk selalu tampil sempurna dan mengikuti tren terbaru. Kecenderungan untuk memposting pengalaman menarik mendorong pengguna lain untuk ikut terlibat. Menciptakan tekanan untuk membelanjakan demi tujuan tampilan sosial ini.
Sebuah studi menemukan bahwa 61% pengguna media sosial melaporkan pernah membeli sesuatu setelah melihat iklan atau promosi di platform tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara FOMO dan penggunaan BNPL semakin kuat. Dimana anak muda merasa tertarik untuk memenuhi gaya hidup yang terlihat glamor dan sempurna di depan layar, tanpa memikirkan realitas keuangan mereka.
Kesimpulan
FOMO dan YOLO kini menjadi dua kekuatan dominan yang memengaruhi perilaku finansial generasi muda. Layanan BNPL yang marak menjadi contoh nyata bagaimana keinginan untuk ikut serta dalam tren dan pengalaman terkini dapat menyebabkan ketidakstabilan finansial yang parah. Menghadapi tantangan ini, penting bagi generasi muda untuk menerima bahwa meskipun hidup hanya terjadi sekali. Keputusan finansial yang bertanggung jawab adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Membawa kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak dan menciptakan ekosistem yang mendukung kebebasan finansial di kalangan anak muda adalah langkah krusial dalam mengatasi kecanduan utang ini. Seiring dengan perubahan sikap masyarakat terhadap pengeluaran. Ada harapan untuk membentuk generasi yang lebih seimbang dalam hidup, lebih cerdas dalam keuangan, dan lebih menekankan pentingnya perencanaan jangka panjang.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di keppoo.id.