FOMO dan YOLO: Dua Rasa yang Memicu Gemarnya Generasi Z Berutang
Generasi Z yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an menghadapi tantangan dan peluang yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Dalam lingkungan yang begitu dinamis, dua istilah sering muncul di diskusi seputar perilaku keuangan anak muda: FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once). Dua istilah ini mencerminkan perasaan dan nilai yang mendorong kebiasaan konsumsi, termasuk kecenderungan berutang melalui skema paylater. Di bawah ini FOMO PLUS INDONESIA akan membahas bagaimana FOMO dan YOLO berkontribusi terhadap perilaku utang di kalangan Generasi Z dan implikasinya terhadap kehidupan mereka.
Memahami FOMO dan YOLO
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami makna dari FOMO dan YOLO.
- FOMO adalah ketakutan akan kehilangan kesempatan atau pengalaman menarik yang dialami oleh orang lain. Dalam konteks media sosial, ini berarti tekanan untuk terus-menerus terlibat dalam acara atau tren yang sedang populer, atau mengikuti gaya hidup yang dianggap menarik oleh orang lain. Dengan keberadaan platform seperti Instagram dan TikTok, FOMO menjadi semakin kuat ketika anak muda melihat teman-teman atau influencer merayakan momen-momen yang tidak ingin mereka lewatkan.
- YOLO, di sisi lain, adalah sikap yang lebih positif, meskipun terkadang ekstrem. Istilah ini mengajak individu untuk hidup sepenuhnya dan menikmati setiap momen, dengan penekanan pada pentingnya experiências yang mengesankan. Ini termasuk melakukan perjalanan, berbelanja barang-barang yang diinginkan, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Bagi banyak anak muda, YOLO menjadi semacam pembenaran untuk mengeksplorasi hidup mereka tanpa terlalu khawatir tentang konsekuensi jangka panjang.
Kecenderungan Konsumtif di Kalangan Generasi Z
Generasi Z dikelilingi oleh iklan, aplikasi, dan promosi yang mendorong pola konsumsi yang cepat. Dengan FOMO di satu sisi dan YOLO di sisi lain, muncul kecenderungan untuk membeli barang-barang atau layanan yang tidak selalu mereka butuhkan. Paylater, yang memungkinkan pembelian sekarang dan pembayaran nanti, menjadi solusi praktis bagi anak muda untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menunggu.
Misalnya, seorang remaja yang melihat teman-teman mereka berbelanja pakaian trendy atau mengunjungi kafe viral. Mungkin merasa tergoda untuk melakukan hal yang sama, meskipun mereka tidak memiliki cukup uang. Dengan pilihan paylater, mereka dapat segera memberikan diri mereka kepuasan bersama teman-teman, sementara rasa bersalah atau tekanan untuk membayar dapat ditunda hingga waktu yang akan datang.
Tekanan Sosial dan Kesehatan Mental
FOMO berkontribusi pada tekanan sosial yang signifikan di kalangan anak muda. Ketika mereka melihat foto-foto indah dari acara-acara yang dihadiri teman-teman mereka, akan timbul rasa ditinggalkan dan kebutuhan untuk ‘menyamakan posisi’. Sering kali, kebutuhan untuk membuktikan diri di depan orang lain dapat mendorong mereka untuk berutang demi menutupi biaya-studio. Belanja atau pengalaman yang tersaji dengan megah di media sosial.
Tekanan ini kerap kali mengarah pada keinginan untuk tampil kaya atau berpengalaman meskipun tidak mampu. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan stres dan perasaan tidak cukup baik jika tidak dapat memenuhi ekspektasi yang dihadirkan oleh media sosial dan lingkungan sosial mereka.
posviral hadir di saluran wahtsapp JOIN CHANNEL
Budaya Instant Gratification
Salah satu kesan terbesar dari FOMO dan YOLO adalah penekanan pada “instant gratification” atau kepuasan instan. Dengan adanya banyak aplikasi paylater, anak muda cenderung berpikir bahwa mereka dapat mendapatkan apa yang mereka inginkan saat itu juga, tanpa mempertimbangkan dampak finansial di kemudian hari.
Kesediaan untuk berutang demi mengalami sesuatu yang menyenangkan menjadikan alternatif yang mudah diakses, tanpa memikirkan beban utang yang bisa datang dengan cepat. Hal ini menciptakan siklus di mana kepuasan sesaat diutamakan, sementara tanggung jawab keuangan sering kali diabaikan.
Baca Juga: Mengenal JOMO atau Kebalikan dari FOMO: Cara Hidup Bahagia
Dampak Buruk Berutang Melalui Skema Paylater
Fenomena FOMO dan YOLO dalam konteks utang paylater dapat mengakibatkan dampak yang serius pada keuangan anak muda. Utang yang terakumulasi dengan cepat dapat menjerumuskan mereka ke dalam masalah utang yang lebih besar. Tanpa perencanaan keuangan yang matang, mereka mungkin mendapati diri mereka dalam situasi sulit di mana beban utang sulit dilunasi.
Terlebih, bunga yang dikenakan oleh penyedia layanan paylater bisa menjadi cukup tinggi jika pembayaran tidak dilakukan tepat waktu. Hal ini dapat menambah beban finansial dan berpotensi merusak stabilitas keuangan mereka di masa depan.
FOMO dan YOLO sering kali mendorong anak muda untuk mengabaikan tujuan jangka panjang demi kepuasan instan. Ketika mereka lebih fokus pada bagaimana menyenangkan diri sendiri sekarang, mereka mungkin lupa. Merencanakan masa depan mereka, seperti tabungan untuk pendidikan, investasi, atau pembelian rumah.
Dampak pada Kesehatan Mental
Kombinasi dari utang, tekanan sosial, dan harapan yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. Rasa cemas, stres, atau bahkan depresi bisa muncul ketika anak muda merasa terjebak dalam siklus utang tanpa akhir.
Kesehatan mental yang terganggu dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan hubungan sosial mereka. Saat utang semakin menumpuk, mereka mungkin mengisolasi diri atau merasa malu untuk berbagi dengan orang-orang terdekat mereka.
Cara Menghindari Perangkap FOMO dan YOLO dalam Berutang
Menyadari pentingnya pendidikan keuangan sejak dini adalah langkah penting untuk mengatasi masalah utang. Dengan mendidik anak muda tentang pengelolaan uang dan pentingnya memprioritaskan kebutuhan di atas keinginan, mereka dapat belajar cara mengelola utang dengan baik.
Pendidikan tentang bunga utang, konsekuensi dari pembayaran yang tertunda, dan cara membuat anggaran bisa sangat membantu. Dengan pengetahuan ini, Generasi Z dapat membuat keputusan yang lebih cerdas saat dihadapkan pada tawaran paylater atau kemungkinan berutang lainnya.
Mempertimbangkan Keterbatasan Anggaran
Mengajarkan anak muda untuk tetap berpegang pada anggaran mereka akan membekali mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk menahan FOMO dan YOLO yang berlebihan. Memahami batasan dalam pengeluaran dapat membantu mereka lebih bijaksana dalam menggunakan layanan paylater dan mencegah pengeluaran impulsif.
Mendorong mereka untuk membuat daftar pengeluaran dan menyusun prioritas dapat mengurangi godaan untuk berutang demi kepuasan instan. Mengembangkan keterampilan mindfulness dapat membantu anak muda mengenali motivasi di balik tindakan mereka. Dalam konteks FOMO dan YOLO, kemampuan untuk merenungkan apakah keinginan untuk berutang.
Berasal dari pengaruh eksternal atau keinginan pribadi dapat menjadi pemisah yang besar. Dengan berlatih kesadaran diri, anak muda dapat lebih mudah menilai apa yang benar-benar ingin mereka capai. Dalam hidup dan menghindari pengaruh negatif yang dapat berasal dari perbandingan sosial.
Kesimpulan
FOMO dan YOLO menggambarkan kondisi psikologis yang kompleks yang berkontribusi pada kecenderungan Generasi Z untuk berutang, terutama melalui skema paylater. Meskipun kedua istilah ini memiliki aspek positif dan negatif, penting untuk mengingat bahwa kehidupan tidak hanya tentang kepuasan instan. Tetapi juga tentang perencanaan masa depan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Dalam menghadapi tantangan keuangan, tahap pendidikan dan pemahaman yang tepat tentang pengelolaan uang sangat diperlukan. Dengan pendekatan yang hati-hati dan kesadaran diri, Generasi Z dapat belajar hidup dalam momen saat ini tanpa harus mengorbankan masa depan mereka. Simak dan ikuti terus informasi terlengkap tentang Berita Viral yang akan kami berikan setiap harinya.