FOMO Membunuh Diam-Diam: Sisi Gelap Media Sosial Bagi Remaja!
FOMO, atau Fear of Missing Out, adalah fenomena psikologis yang menjangkiti remaja, diperparah oleh sisi gelap media sosial bagi remaja.
Kecemasan ini, yang sering kali tidak disadari, dapat mengikis kesehatan mental dan kesejahteraan mereka secara diam-diam. Artikel FOMO PLUS INDONESIA ini akan mengupas tuntas mengapa remaja rentan terhadap FOMO, bagaimana media sosial memperburuk kondisi ini, serta dampak negatifnya terhadap psikologis dan emosional mereka.
Mengenal FOMO dan Sejarahnya
Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena psikologis yang disebabkan oleh pengaruh media sosial dan internet. Istilah ini mengacu pada perasaan cemas, takut, dan gelisah karena merasa akan ketinggalan informasi, peristiwa, atau pengalaman. Perasaan ini sering muncul ketika seseorang tidak bisa menghadiri suatu kegiatan, tidak diundang ke acara sosial, atau merasa tidak ingin datang ke sebuah event.
FOMO juga digambarkan sebagai ketakutan yang diam-diam merampas kebahagiaan seseorang, di mana individu merasa takut tertinggal atau tidak mengetahui momen yang dialami orang lain. Fenomena ini merupakan dampak negatif dari penggunaan media sosial yang sangat intens di kalangan remaja.
Istilah FOMO pertama kali diperkenalkan oleh Patrick J. McGinnis dalam esainya yang diterbitkan pada tahun 2004 di majalah Harvard Business School bernama The Harbus. Kata ini berasal dari bahasa Inggris yang berarti ketakutan karena merasa tertinggal dan tidak mengikuti aktivitas tertentu. Istilah ini kemudian ditambahkan ke Oxford English Dictionary pada tahun 2013.
Herman juga menulis makalah tentang Fear of Missing Out (FOMO) pada tahun 2000, yang memperkirakan bahwa 70 persen orang dewasa di negara-negara maju menderita perasaan menyeramkan yang terkadang sangat kuat bahwa sesuatu sedang terjadi dan mereka tidak menjadi bagian darinya atau dikendalikan oleh kecemasan yang berlebihan.
Mengapa Remaja Rentan Terhadap FOMO?
Remaja sangat rentan terhadap FOMO karena kehidupan mereka yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh media sosial. Media sosial menjadi sarana bagi remaja untuk mendapatkan validasi diri, ditandai dengan banyaknya remaja yang mengikuti tren media sosial. Terkadang, demi mengikuti tren, remaja akan melakukan apa saja karena pada fase ini, mereka ingin mendapatkan perhatian lebih, sehingga validasi media sosial menjadi sangat penting.
Remaja yang kecanduan validasi media sosial akan terus melakukan apapun untuk mendapatkannya, yang merupakan hal negatif. Kebanyakan remaja bahkan menganggap jika orang lain bersenang-senang, mereka juga harus merasakan itu, seperti ketika seseorang mengunggah pengalaman menyenangkan yang baru di media sosial. Remaja mungkin merasa perlu hadir untuk mengabadikan momen tersebut di media sosial.
Baca Juga: Drama FOMO di Kedai Kue: Pembeli Marah Besar Saat Tiramisu Ludes!
Dampak Negatif FOMO Pada Kesehatan Mental Remaja
FOMO dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk rasa insecure, bertindak impulsif, dan mengganggu produktivitas. Fenomena ini dapat merugikan kesejahteraan emosional dan psikologis remaja, serta kerugian finansial akibat keinginan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan mereka. FOMO juga dapat membuat seseorang berasumsi bahwa mereka memiliki peringkat sosial yang rendah, menyebabkan kecemasan dan rasa rendah diri.
Beberapa orang merasakan cemas dan takut yang timbul akibat pemikiran sendiri, takut tertinggal berita, tren, peristiwa, atau pengalaman. FOMO juga dapat memicu gangguan kecemasan berlebihan, membuat individu merasa tertekan dan tidak tenang. Kondisi ini berpotensi mengganggu jam tidur dan meningkatkan kecemasan.
Penelitian menunjukkan bahwa FOMO memiliki dampak negatif pada kesehatan mental, termasuk gangguan tidur dan penurunan prestasi. Secara emosional, FOMO dapat memicu kecemasan, stres, rasa tidak puas, dan bahkan depresi.
Media sosial secara keseluruhan dapat menciptakan spiral negatif yang memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan remaja. FOMO juga dapat menjadi sindrom di mana remaja kehilangan jati diri karena identitas diri yang rendah, merasa gelisah jika tidak mengikuti tren.
Sisi Gelap Media Sosial yang Memperparah FOMO
Sisi gelap media sosial, yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern, memiliki banyak dampak psikologis yang signifikan dan mengkhawatirkan. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan perasaan kesepian dan depresi, terutama di kalangan remaja. Salah satu dampak terbesar adalah overstimulation atau stimulasi berlebihan yang disebabkan oleh aliran konten tanpa henti, yang dapat menggeser sistem saraf remaja ke mode fight-or-flight, memperburuk gangguan seperti ADHD, depresi, dan kecemasan.
Studi menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial memiliki risiko lebih tinggi terhadap perilaku menyakiti diri sendiri, depresi, dan kecemasan. Media sosial juga menjadi panggung bagi perbandingan sosial yang merugikan diri sendiri, di mana pengguna cenderung membandingkan hidup mereka dengan apa yang ditampilkan orang lain secara selektif. Ini dapat memicu perasaan rendah diri, tidak puas, dan kurangnya kepercayaan diri.
Contohnya, 35% remaja khawatir ditandai dalam foto yang tidak menarik, 27% stres tentang penampilan saat memposting gambar. Dan 22% merasa buruk ketika postingan mereka tidak mendapat like atau komentar. Dampak terhadap citra tubuh juga mencolok, di mana paparan foto yang diedit atau difilter dapat memicu rasa rendah diri dan meningkatkan risiko gangguan makan.
Mengatasi FOMO Pada Remaja
Untuk mengatasi FOMO pada remaja, ada beberapa tips yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah melakukan journaling. Selain itu, mencari kegiatan positif lainnya dan mengobrol bersama teman juga dapat membantu. Mengembangkan hobi diri sendiri, menikmati setiap proses kegiatan yang tengah dilakukan, dan membangun pemikiran yang positif.
Seperti semua yang telah dilakukan adalah peluang masing-masing manusia. Bukan suatu kewajiban yang perlu untuk selalu diikuti, juga merupakan cara efektif. Penting juga untuk menghargai diri sendiri, membatasi penggunaan media sosial. Membangun koneksi positif dengan orang lain, dan mengubah persepsi baik terhadap orang lain maupun diri sendiri.
Orang tua juga dapat menerapkan pendekatan praktis seperti membatasi waktu layar. Menetapkan aturan tentang penggunaan media sosial, dan menciptakan batasan untuk diri sendiri. Komunikasi terbuka antara orang tua dan anak tentang bahaya media sosial juga sangat penting.
Kesimpulan
FOMO merupakan fenomena yang signifikan di kalangan remaja, diperparah oleh sisi gelap media sosial seperti perbandingan sosial, cyberbullying, dan kecanduan digital. Dampak negatifnya dapat merusak kesehatan mental, memicu kecemasan, depresi, dan masalah citra tubuh.
Mengatasi FOMO memerlukan kesadaran diri, pengaturan penggunaan media sosial yang bijak, serta dukungan dari lingkungan sekitar, terutama orang tua. Dengan pendekatan yang seimbang, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat, bukan pemicu masalah psikologis bagi remaja.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya tentang sisi gelap media sosial bagi remaja di FOMO PLUS INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari umsida.ac.id
- Gambar Kedua dari guruinovatif.id