Perempuan Menggemari Sepakbola! Kenapa Selalu Disebut Fomo?
Sepakbola – Sekarang ini, dunia sepakbola Indonesia mendapatkan begitu banyak sorotan serta perhatian dari masyarakat karena prestasi timnas.
Timnas yang berhasil maju hingga babak semifinal Asian Cup U-23. Jadi ini membuat antusiasme penonton Sepakbola meningkat sangat drastis, baik pria ataupun wanita. Tetapi sangat di sayangkan di media sosial TikTok beberapa waktu ini, ada beberapa tren yang menyebutkan bahwa perempuan yang baru menonton bola di momen Asian Cup U-23 kemarin. Dianggap oleh beberapa netizen sebagai “fans musiman”, hanya ikut-ikutan, atau hanya menyukai karena pemainnya rupawan dan ganteng.
Stereotip Gender terhadap Perempuan yang Suka Sepakbola
stereotip yang sering dihadapi perempuan yang menyukai bola yaitu mereka dianggap kurang paham soal sepakbola, hanya tertarik pada pemainnya tampan, dan kurang berdedikasi daripada penggemar pria. ini adalah pendapat profesor Stacey Pope (Scholl of Applied Social Sciences Durham University)
Wanita diekspektasikan untuk “duduk dan diam saja”, dan tidak boleh sendirian saat menonton bola. Lebih parah lagi, suporter lain bahkan mengalami pelecehan seksual ketika menonton permainan tim favoritnya. (Menurut pendapat seorang suporter perempuan dari Premier League).
Baca Juga: Mengatasi Fomo Dalam Pertemanan
Semua Berhak Mengidolakan Tanpa Pandang Gender
Parahnya tak sedikit konten yang menyinyir dan misoginis berseliweran di media sosial. Para suporter laki-laki menyampaikan ketidaksukaannya terhadap suporter “dadakan” yang didominasi kepada perempuan. Mereka disebut tidak mengerti tentang dunia sepak bola dan hanya ikut-ikutan saja atau fear of missing out (FOMO). Pelecehan di sosial media tersebut hanyalah beberapa dari banyaknya kasus pelecehan yang terjadi dalam sepak bola. Kabarnya perempuan tidak mendapatkan ruang aman ketika menikmati pertandingan sepak bola di stadion. Parahnya lagi stereotipe yang telah mengakar di masyarakat juga ikut membatasi ruang gerak perempuan untuk mengeksplorasi banyak hal, salah satunya olahraga. Sebutan “ultras seblak” juga banyak digunakan untuk menggambarkan fenomena suporter wanita. Mereka disebut hanya mendukung pemain yang memiliki paras tampan, tidak mengerti pertandingan, dan dianggap menyalahi aturan tak tertulis para suporter sepak bola
Padahal faktanya dari hasil penelitian Stacey Pope terkait pengalaman pada wanita yang menggemari sepakbola. Ia menemukan bahwa perempuan juga mempunyai taraf kegemaran yang “serius” dan berdedikasi. Baik mereka adalah fans sejati atau hanya sekadar menjadikan tontonan sepakbola sebagai hobi, perempuan juga berhak untuk menunjukkan ekspresi kesukaannya terhadap sepakbola tanpa harus “membuktikan” status mereka sebagai penggemar. Media juga harus bisa menyoroti penggemar wanita sebagaimana umumnya, sama seperti penggemar pria dan bukan dilihat sebagai objek yang diseksualisasi. Jadi gak semua suporter wanita itu di anggap sebagai Fomo saja.